header marita’s palace

Surat Sun Yi untuk Ayah (1)



Untuk Ayah di Surga..

Dear Dad


 Ayah, sempat aku ingin bercerita banyak hal padamu, namun hingga detik kau pergi semua ini hanya mampu kutuliskan lewat secarik surat yang tak tersentuh. Ada banyak tanya untukmu; tentang hal-hal yang selama ini ingin kuungkapkan namun tak pernah sanggup kusampaikan padamu. Dada ini semakin sesak setiap harinya, ayah. Aku ingin melepasnya meski hanya sedikit,. Maka kumohon biarkan kutumpahkan sedikit sesakku padamu. Meski aku tak tahu bagaimana memulainya. Canggung. Karena memang sedari dulu kau tak pernah memberiku waktu untuk sekedar  merasakan bahwa aku memilikimu. Tapi aku benar-benar harus bercerita tentang sesakku, ayah. Aku tak mau bercerita pada ibu, sahabat atau kekasih hatiku, hanya padamu aku ingin bercerita. Ya….padamu! Sedikit waktu saja, yah…aku ingin benar-benar merasakan aku memilikimu.

Malam ini mereka bicara tentang perempuan, yah. Ternyata banyak lelaki yang sesungguhnya sangat meninggikan perempuan. Apakah engkau salah satu dari lelaki-lelaki itu, yah? Sahabat-sahabatku menggambarkan perempuan dengan begitu indahnya. Bukankah memang Tuhan menciptakan perempuan sebagai perhiasan dunia ya, yah? Meski tak semuanya beranggapan sama. Ada seorang sahabatku berkata bahwa perempuan itu makhluk yang sangat rakus, munafik, tak pernah puas….Entah kenapa aku justru suka pendapat itu. Karena semua itu yang kutemukan pada diriku, yah. Bagaimana denganmu, yah? Pasti engkau sangat mengerti perempuan, separuh hidupmu kau habiskan dengan lingkaran perempuan tanpa henti. Apakah karena perempuan bersifat seperti itu maka engkau tak pernah benar-benar bisa tinggal di samping ibu?

Aku pernah sangat membencimu, yah! Itu kenapa aku tak pernah berdekatan denganmu, tak pernah meminta apapun padamu. Karenamu, aku beranggapan semua lelaki di dunia ini sama. Mereka tak akan pernah tinggal dengan satu perempuan saja. Mereka tak akan pernah sanggup setia. Mereka hanya bisa menghujat dan menyakiti perempuan. Karenamu juga aku selalu ingin dicintai, yah. Setiap detik aku berharap seorang lelaki datang untuk mencintaiku dengan tulus.

Yah, aku masih ingat pertengkaranmu dengan ibu 21 tahun yang lalu. Saat itu aku masih berusia tiga tahun, namun semua membekas amat jelas di ingatanku, yah. Begitu hebatnya pertengkaran itu hingga jam yang menggantung di dinding ruang tamu itu jatuh dan pecah berkeping. Dalam kebeliaanku aku masih belum sanggup menerjemahkan semuanya. Namun pada akhirnya pun aku tahu sebab pertengkaran itu. Engkau menuding ibu berselingkuh dengan seorang kawanmu yang memang sering kau ajak bertandang ke rumah. Tak pernahkah engkau malu melakukan itu, yah? Bukankah engkau yang selalu berkhianat pada ibu, mengapa tanpa malu kau menudingnya melakukan hal yang tak mungkin ia lakukan? Kalaupun ibu melakukan itu, bukankah ia mempunyai lebih banyak alasan untuk melakukannya? Kenapa hukumnya wajib muakkad bagi seorang perempuan untuk setia, sedang bagi lelaki bukan sebuah kemutlakan untuk menjadi setia, yah?

Tak ada yang sempurna kan yah di dunia ini. Namun bukankah ibu sudah cukup sempurna sebagai seorang garwamu? Bahkan berkali-kali kau sakiti ibu, ibu tak pernah kehabisan kesabaran untuk memaafkanmu, membukakan pintu dan selalu mempersilakan engkau masuk ke dalam hatinya yang penuh luka. Bahkan dulu aku selalu beranggapan ibu sungguh tolol! Apalagi ketika ia memberimu lampu hijau untuk menikahi selingkuhanmu yang entah keberapa.

Aku sangat membencimu, yah. Namun aku lebih membenci orang-orang yang berkata wajahku sangat mirip denganmu. Banyak orang bilang, anak perempuan pertama pasti wajahnya mirip dengan ayahnya. Aku tak mau mirip denganmu. Sama sekali tak mau. Meski tak kupungkiri, aku memang mirip denganmu. Waktu bergulir begitu cepat dan aku semakin merasa mirip denganmu. Tidak hanya wajahku, sikapku dan keegoisanku…semuanya mirip sekali denganmu bukan?

Aku ingin menjadi seperti ibu, yah. Yang setiap detik dalam hidupnya hanya menggulirkan cinta pada garwanya. Yang setiap detiknya tak pernah terpikir untuk berhenti mendampingi garwanya karena alasan apapun, meski ia dikhianati dan disakiti. Aku hanya ingin satu cinta, yah. Dan ketika aku telah menemukannya, aku tak ingin melepasnya.

Ia datang di saat aku percaya tak akan ada cinta untukku. Di saat aku tak mengenal kata percaya. Namun ia membuktikannya dengan segala cara, yah. Ia ingin aku tahu bahwa masih ada cinta untuk aku. Bahwa masih ada kesetiaan yang pantas untukku. Aku tahu yah ia sangat mencintaiku. Ia sangat ingin menjagaku. Ia tak pernah ingin menyakitiku. Tapi aku tak pernah bisa percaya padanya, yah. Ia laki-laki, yah. Sama sepertimu. Dan yang aku tahu semua laki-laki tak kan bisa dipercaya sepertimu. Aku tak pernah puas akan cintanya, yah. Aku tak pernah puas akan segala hal yang ia buktikan, yah. Entah kenapa semuanya tak pernah cukup untukku. Tapi ia tetap tegak berdiri, yah. Ia justru melingkarkan janji suci di hadapanNYA untuk membuatku tak terus bertanya seberapa besar cinta dan setianya untukku. Ia berusaha membuatku menjadi perempuan yang sempurna dengan segala keterbatasannya.

“Kacamatamu masih kurang tebal untuk bisa melihat hidup.” Sebuah kalimat yang menghujam sangat dalam itu muncul ketika aku berterus terang aku telah berkhianat. Iya yah, anak perempuan yang selalu kau banggakan ini telah menjadi sundal. Entah untuk mengejar apa lagi aku melakukan itu semua. Aku benci yah, aku benci ada di titik ini, aku benci ketika aku semakin menyadari betapa semakin miripnya aku denganmu.

Aku ingin memecah semua cermin yang ada, yah. Karena setiap kali aku bercermin, aku melihatmu. Dulu aku punya banyak pertanyaan tentangmu, yah. Tapi kini aku sudah mampu menjawabnya sendiri. Yah, aku tak pernah marah ketika kini kau tak memiliki harta apa-apa untuk kau wariskan padaku. Namun aku benci kenapa justru ketaksetiaan yang kau wariskan di setiap tetes darah yang kau alirkan di tubuhku?

Kini aku tak lagi menemukan jalan ke  depan, yah….aku hanya ingin menjadi seorang perempuan yang baik untuk pasanganku… namun masihkah bisa bila darahmu masih mengalir di tubuhku?
Haruskah aku mengeluarkan darahmu dari tubuhku, yah?


-Sun Yi-


Maaf bila aku membencimu,
Maaf bila aku mengkambinghitamkanmu atas kesalahan yang kubuat.

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung, pals. Ditunggu komentarnya .... tapi jangan ninggalin link hidup ya.. :)


Salam,


maritaningtyas.com